TY - JOUR AU - Hauw, Andreas PY - 2009/04/01 Y2 - 2024/03/29 TI - Peran Kekristenan dalam Pendamaian : Refleksi dari Surat Filemon tentang Kekerasan Tersistem JF - Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan JA - VJTP VL - 10 IS - 1 SE - Articles DO - 10.36421/veritas.v10i1.208 UR - https://ojs.seabs.ac.id/index.php/Veritas/article/view/208 SP - 97-116 AB - <p>Dalam artikel ini, saya ingin menguraikan peran kekristenan dalam menciptakan kedamaian dalam suatu kekerasan yang tersistem. Peran kekristenan dalam situasi ini tampak melalui usaha Paulus mendamaikan Onesimus dengan Filemon (lapisan luar), di mana keduanya ada dalam suatu hubungan kekerasan tersistem yaitu: perbudakan (lapisan dalam). Oleh sebab itu, saya akan membuktikan bahwa pendamaian yang dilakukan Paulus adalah pendamaian yang bukan saja dalam konteks hubungan pribadi antara Filemon dengan Onesimus, tetapi juga pendamaian dalam konteks perbudakan masyarakat Greco-Roman waktu itu. Karena itu, tugas pertama adalah memperlihatkan bahwa perbudakan adalah sebuah kekerasan tersistem. Untuk ini metode yang dipakai adalah dengan menganalisis data di luar Alkitab mengenai perbudakan. Ini disebabkan karnea minimnya data dari Paulus tentang perbudakan selain dari surat Filemon, sedangkan data dari para penulis PB lainnya tidak relevan dalam bahasan ini karena tidak memberitahu apa pandangan Paulus tentang itu. Lebih lanjut, dalam surat Filemon, Paulus tidak memberikan satu pernyataan pun tentang apakah ia menerima, mendiamkan atau menolak perbudakan. Data di luar Alkitab yang paling diperhatikan adalah sosial ekonomi masyarakat Greco-Roman pada awal kekristenan dalam hubungannya dengan perbudakan. Lalu, tugas kedua yang perlu ialah memperlihatkan bahwa usaha pendamaian Paulus itu dimulai dari sistemnya, lalu keluar—ditransformasi—yang tampak dalam retorika Paulus untuk akhirnya Filemon dapat berbaik kembali dengan Onesimus. Karena itu, saya akan menggunakan analisis sastra-retoris terhadap surat Filemon. Dari analisis ini pula, saya akan menyediakan hal-hal praktis yang dapat dilakukan dalam proses pendamaian masa kini. Saya berharap melalui uraian ini, kita bisa menemukan identitas keinjilian kita sebagai “pembawa damai” (pada lapisan dalam dan luar) sebagaimana yang dikehendaki Tuhan Yesus terjadi pada anak-anak Kerajaan Allah.</p> ER -